Rabu, 02 Desember 2009

Pendakian Selamet, sebuah kisah dibalik yang pertama

Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa tengah yang mempunyai ketinggian 3432m ini sebenarnya bukanlah gunung pertama yang kudaki. Ini adalah pendakian yang kedua setelah aku vakum hampir tiga tahun setelah pendakian pertamaku di gunung gede pada 21 April 2006 lalu. Walau yang kedua, tapi di atas gunung inilah awal aku mengukir sebuah kisah yang akan menjadi kisah luar biasa dalam hidupku. Kisah pertama dalam hidupku yang penuh warna dan penuh rasa.

Tanggal 16-18 Januari 2009, aku bersama sahabatku Siti Fatimah (Imeh), wanita perkasa dan tangguh yang ku kenal dan menjadi rekan setimku pada saat pendakian kartini tiga tahun lalu, melakukan pendakian ke Gunung Selamet bersama FKPAB (Forum Komunikasi Pecinta Alam Brebes). Info ini kami dapatkan dari Jabar atau Jabrix, seorang teman yang kami kenal saat napak tilas di Kendal. Salah satu yang menyenangkan dari perjalanan seperti ini adalah akan mengenal banyak teman-teman baru yang akan mengantarkan pada petualangan-petualangan baru, dan tentu saja teman-teman baru lagi. Banyak teman banyak saudara… yippiii

Setelah siap dengan perlengkapan yang hampir seluruhnya hasil pinjaman, maklum sebelumnya ngga pernah mikirin perlengkapan beginian hehehehe… danke ya Ade, yang bersedia meminjamkan SB n matrasnya …

Aku berangkat dari stasiun Jatinegara dengan Jabrix, setelah banyak membuat orang tersenyum karena cewe imut kok manggulin tas segede itu… dan bertemu dengan imeh dan babeh di stasiun cikampek.. yeaaaa siap euy!

Sesampainya di Brebes, di tempat start, ku terkejut dengan kenyataan yang ada.. hampir semua pendaki yang ikut serta, ternyata bukan pendaki amatiran. Mereka adalah pendaki-pendaki asal Brebes yang dikumpulkan kembali. Jiaaah gawat nih! Bisa-bisa aku jadi yang ternyusahin neh…

Yang penting nekaaaaad!!!

Rute yang kami tempuh yaitu rute Kaligoa, konon katanya ini bukan jalur umum pendakian, karena treknya yang lumayan berat dan sulit dijangkau. Hmmm… mantab bener untuk pemula kaya aku…

Setelah sempat ganti truk, akhirnya kami tiba di puncak syakub. Pemandangan luar biasa menyambut kami. Sejauh mata memandang hanya ada perbukitan hijau… menyegarkan mata… Subhanallah!

Setelah berjalan beberapa jam ditemani hujan yang terus mengguyur, kami mendirikan tenda di sepanjang jalur,. Baru kali ini ngecamp kok masih sore, pikirku. Ternyata hanya itu tempat yang memungkinkan untuk memasang tenda, karena tempat perhentian berikutnya membutuhkan beberapa jam lagi perjalanan dengan medan yang cukup berat, sehingga akan beresiko bila diteruskan.

Ternyata tempat yang kami singgahi malam itu, menurut sang kuncen, merupakan salah satu tempat yang cukup keramat. Beberapa puluh meter dari sana ada tempat yang bernama “sumur pengantin”, tempat yang sering dikunjungi untuk melakukan “ritual-ritual” tertentu baik untuk mencari jodoh, atau untuk mendapatkan harta dengan mudah, (Naudzubillah…). Karena itulah tempat itu menjadi tempat kegemaran para makhluk laknatullah.

Binatang liar pun masih suka berkeliaran di sana. Beberapa teman melihat babi hutan tidur. Bahkan salah satu teman, konon katanya dikunjugi sepasang macan (katanya sih bukan macan sungguhan,, so….) grrrr.. iiih serem… tapi karena berita ini saya dengar dari mulut ke mulut bukan langsung dari yang bersangkutan, jadi ya entahlah kebenarannya… untung selama bermalam aku tidak tahu, coba kalau tahu.. uuuh bisa-bisa tidak kemana-mana deh,, ngumpet di tenda. hahahaha

Sampai malam pertama ini, semua masih baik-baik saja, walau kepayahan dengan beban dan medannya.. ssssttt.. bocoran neh, karena para teman-teman begitu baik hatinya, mereka tidak mengizinkan aku membawa carrier aku itu loh,, hehehehe. Ngedaki apa jalan-jalan neng.. tapi sungguh itu bukan kemauan aku.. (walau seneng ^_^)

Jalanan semakin curam dan berat, terus menanjak dan basah karena hujan. Alhamdulillah walau basah kuyup begitu sampai juga di camp kedua. Disinilah kami merasakan semakin kenal satu dengan yang lain. Makan bersama, api unggun bareng.. malam yang “hangat”. Terutama dengan kelompok Guriztpala, kelompok gila yang kerjanya ngegurizin makanan orang,. Serta kelompoknya icos, arif, mas’ud (yang mengikhlaskan sarungnya untuk aku), yang entah di mana kalian, yang hobi banget ngecengin aku, yang sempat juga terkaget-kaget melihat betapa bodohnya perempuan yang satu ini masak, tapi tetep aja masakan aku dimakan hehehehe..

Hujan tidak mau berhenti jua, bahkan semakin deras. Hingga akhirnya rencana naik ke puncak dibatalkan panitia.. uuugh Bt!!

Tapi karena melihat guriztpala nekad ngeluyur terus menaiki puncak, aku dan imeh nekad juga menyusul. Tapiiii bodohnya, aku pakai sandal jepit. Berdiri aja sering engga seimbang, menaiki lereng seterjal, basah dan licin kok pakai sandal jepit.. tapi untung ada yang bersedia menuntun naik dan turun .. berasa nenek jompo hihihihi… tapi karena badainya tidak mereda, kami hanya bisa berfose manis di lerengnya.. hiks.. mudah-mudahan akan ada kesempatan lain untuk bisa nangkring di puncak sana.. amin.

Perjalanan turun ternyata tidak juga mudah.. karena merasa paling amatir, saran dan nasehat teman aku terima, termasuk melepaskan sepatuku yang dianggap licin dan menyusahkan jalan. Tindakan bodooooh yang akhirnya memperburuk keadaan… dan inilah yang menjadi awal kisah warna-warni hidupku berikutnya.

Susah payah menuruni curamnya jalan basah tanpa alas kaki, setelah sandal jepit pun tak sanggup dan menyerah sedangkan sepatuku dibawa lari sang pemberi saran.. aarggh… wandas gilaaa

Gedubrak… gabruk… jatuh bangun, sampai tak tahu lagi apa yang ada dipikiranku saat itu.. ditambah lagi beban carrierku yang semakin berasa berat. Teman-teman menawarkan bantuannya padaku, tapi mana seru kegunung tidak bawa carrier.. apalagi waktu naik sudah dibawakan. Punggung dan kakiku sudah berasa kebas karena terlalu sering jatuh. Uugh tapi semangatku tak pupus.

Tiba-tiba ada satu sosok jelek dan aneh yang memaksaku untuk melepas carrierku. Seperti dengan yang lain , aku pun menolaknya. Tapi dasar keras kepala, dia malah ngomel-ngomel. Akhirnya dengan kesal kuberikan saja.. ugh.. ditolong kok malah berasa kesal yaks.

Sepanjang perjalanan turun aku bersama si jelex dan temannya. Walau kesal, tapi berasa aman karena ada dua bodyguard yang mendampingi.. wahahaha

Selesai pendakian, aku, imeh dan babeh mampir menyempatkan diri untuk menikmati kota Brebes.

Gunung Slamet inilah yang menjadi saksi perjumpaanku dengan seseorang yang menjadi pertama. Yang pertama berhasil mendobrak keangkuhan kewanitaanku, yang pertama membuatku yakin akan sesuatu, yang pertama berhasil mewarnai hidupku dari warna pelangi hingga warna hitam pekat, yang pertama berhasil membuatku sibuk bertanya dengan resep-resep masakan rumah, walau belajar mah belum juga ^_^, yang pertama membuatku sadar kalau aku tetaplah wanita, yang pertama membuatku mengukir namanya di salah satu puncak gunung di Indonesia, yang pertama membuatku berani bermimpi walau akhirnya direnggutnya kembali, yang membuatku mencoba berhenti untuk tidak kebut-kebutan lagi walau sekarang gelonya kambuh lagi, yang pertama membuatku berani mengatakan aku sayang padamu, yang pertama mengukirkan luka yang perihnya entah kapan ditemukan obatnya (mudah2an ini juga yang terakhir)… yang pertama membuatku berharap yang pertama yang terakhir.

Slamet yang masih ingin kudaki karena belum kutemui puncaknya. Terimakasih ya Allah telah menjadikan Slamet menjadi bagian dari kisah hidupku.



GALERI FOTO


di puncak syakub


dengan wong Brebes


dengan imeh dan babeh



2 komentar:

  1. jaga diri ya nak ya. jangan nikah sama ahli gunung ya nak ya. jangan cari jalan yang sesat pokoknya. kita "besar" dgn gizi, ga usah pake ilmu gaib. jadi ga perlu nikah ama ahli hutan buat jadi "besar". danke.

    BalasHapus
  2. wohhh mantap......????gwe jd merinding meliat..kisahmu ini....

    BalasHapus