Jumat, 10 Desember 2010

Somewhere Home



Judul : Somewhere Home
Penulis : Nada Awar Jarrar
Penerjemah : Catherine Natalia
Penerbit : Qanita, Bandung
Cetakan I : Januari 2007
Tebal : 284 halaman


---
schön,, gut,, bagus banget kesan yang saya dapat selepas membaca novel yang berkisah tentang perempuan dan pergolakan di dalamnya. caranya bercerita begitu halus tapi membuai.

Perempuan oh perempuan,, makhluk Tuhan yang begitu kompleks dan selalu jadi bahan pembicaraan yang tak pernah ada habisnya.

Di beberapa negara, perempuan menjadi makhluk yang terpinggirkan dan terabaikan hak-haknya, dan kerap tak diakui keberadaannya,. kehadiran anak perempuan di masa Arab Jahiliyah bahkan dianggap aib keluarga.. (padahal manusia lahir dari rahimnya perempuan bukan??).

banyak pemberontaan dan perlawanan oleh kaum perempuan, baik yang secara frontal terang-terangan maupun yang secara halus melalui sastra atau melalui dunia tulis menulis . ini mungkin yang coba diangkat oleh penulis. Menceritakan perlawanan perempuan mengenai tradisi yang ada melalui ketiga tokoh utama dalam cerita ini.
***
* Maysa, seorang istri yang tinggal di Kota Beirut bersama suaminya, di dalam kekacauan perang kembali ke kampong halaman keluarganya, di bawah kaki gunung. Di tempat inilah Maysa merenungi dan mengingat kembali perjalan para wanita di keluarganya, Alia sang nenek, yang hidup di saat tradisi tak bisa diganggu gugat, yang berjuang sendiri membesarkan anak-anaknya karena ditinggalkan suami yang merantau. Selain sebagai ibu yang lembut, Alia bisa sangat keras mengajarkan kemandirian pada puter-puteranya menggantikan peran suaminya. Saeeda sang bibi yang sepanjang hidupnya harus dihabiskan untuk mengurusi mertuanya dan ibunya sehingga kebahagiannya tak penting lagi. Dan Leila ibunya yang merasa Libanon bukan “rumahnya” namun harus tetap ditinggalinya karena bersama suaminya dia tinggal di Libanon. Dan Leila pun mengalami hal yang dialami ibu mertua, membesarkan putera-puteranya sendiri karena ditinggal suaminya merantau, suatu hal turun temurun yang terjadi di keluarga ini.
Maysa memiliki ikatan yang luar biasa dengan rumah batunya. Rumah masa kecilnya dihabiskan bersama saudara-saudaranya. Dan dia memutuskan tinggal di sini membesarkan sendiri puterinya, Yasminna, sementara suaminya memilih untuk tetap tinggal di kota. Seiring putrinya beranjak besar, sang puteri pun memutuskan tinggal bersama ayahnya. Dan Maysa pun menyadari pada dasarnya rumahnya bersama suami dan putrinya.

* Aida, seseorang yang tidak pernah bisa melepaskan sosok pengasuhnya, seseorang yang dianggap sebagai ayah keduanya. Orang yang dicintainya hingga ia dewasa dan jauh dari Lebanon, bahkan setelah pengasuhnya meninggal dunia. Ketika dewasa Aida kembali ke kampung halamannya untuk kembali menyusuri jejak-jejak yang ditinggalkan masa kecilnya bersama sang pengasuh. Ketika kembali ke Libanon inilah Aida berkenalan dengan seorang dokter yang mengabdi di sebuah desa di kaki gunung yang mengantarkannya pada sebuah rumah batu yang sangat menarik. Aida langsung jatuh cinta kepada rumah itu.
* Salwa, wanita tua yang “direnggut” dari tanah airnya saat dia seorang istri dan ibu muda, mengingat kembali kehidupannya dari tempat tidurnya di rumah sakit, dikelilingi oleh keluarganya, namun tetap, dalam perasaannya, jauh dari rumah.
***
Menggunakan teknik cerita yang unik, yang menurutku begitu manis dan halus,, melalui Maysa, Alia, dan Aida, penulisnya mengajak kita menyerapi perlawanan (pergolakan batin) para perempuan Libanon yang betjuang mendapatkan hak-haknya sebagai seorang istri, seorang ibu dan perempuan di tengah masyarakat, yang uniknya dan dikemas secara menarik tiga tokoh ini dihubungkan oleh satu rumah di kaki gunung.
Namun dengan alur yang melompat-lompat, pembaca dibebaskan menangkap ide tersirat dalam setiap paragraf.
Pada intinya novel ini bercerita tentang perempuan yang terikat kuat dalam tradisi konservatif, tentang perbedaan antara desa dan kota, dan tentang kesenjangan. Penulis mengajak kita untuk melihat perempuan tidak hanya sebagai obyek namun perempuan juga pantas diberi ruang gerak lebih selama masih bisa bertanggungjawab atas tindakan dan keputusannya.