Jumat, 27 November 2009

Kepakan Sayap-Sayap Florian (Part I)

Pria itu datang mendekatinya dengan senyuman khasnya. Dia memakai kemeja hitam dengan dasi merah, begitu tampan dan mempesona.

“ Assalamualaikum bunga!” sapanya hangat sembari mengulurkan satu ikat bunga mawar putih yang sangat cantik.

Tangannya siap terulur menerima bunga cantik itu ketika kesadarannya mengejutkannya tiba-tiba.

“ Astaghfirullah!” ujarnya spontan, matanya berusaha mengenali sekitarnya.

“ Ya Allah, mimpi itu lagi!” dipegangi kepalanya yang basah dengan keringat.

Karena waktu baru menunjukan pukul tiga pagi, dengan susah payah dicobanya untuk tidur kembali. Tapi usahanya sia-sia, matanya tidak lagi bisa dipejamkan. Kantuknya hilang sudah.

“ Ya Allah ampun! Aku lelah dengan rutinitas menyebalkan ini.” Ratapnya sembari memegangi dadanya yang tiba-tiba berasa sesak dan menyakitkan.

Dengan langkah gontai, dia menuju kamar kecil untuk berwudhu, berharap keresahannya luruh bersama tetesan air di wajahnya. Waktu terasa sangat lama dan membosankan. Dia sangat merindukan sholat. Andai dia bisa bersujud pasrah malam ini, mungkin dia tidak akan merasakan kegundahan seperti ini. Karena sudah lelah mencoba dan gagal untuk tidur kembali, dibacanya La Tahzan.

Dia terus membaca hingga matahari mulai merayap menduduki tahtanya. Dengan rasa syukur karena dia berhasil melewati malam ini, segera disambarnya handuk dan ia pun bersiap-siap memulai harinya.

***

“ Aku sudah urus berkas Flo. Aku sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakit ini. Aku positif akan bercerai dengan Indra.” Ujar Sisi dengan mata berlinang.

Mendengar pernyataan Sisi yang tiba-tiba, Florian diam terhenyak. Matanya menatap lurus ke televisi. Ulah konyol Parto dan kawan-kawannya yang biasanya membuatnya tertawa terbahak-bahak kini berasa seperti lakon paling serius yang pernah dia tonton.

“ Satu lagi sayap yang patah.” Gumamnya lirih

“ Aku sudah berusaha bertahan semampuku, tapi aku wanita biasa Flo!” Ujar Sisi lirih

Florian tetap diam terpaku. Kata cerai yang meluncur dari mulut wanita cantik di sampingnya itu membuat perutnya tiba-tiba berasa mual. Dia turut dapat merasakan sakit hati yang di derita wanita yang dikenalnya sembilan tahun lalu ini. Ibu dari murid privatnya, yang sudah dianggap seperti kakaknya ini merupakan salah satu wanita hebat di matanya. Pernikahannya yang sudah berlangsung lebih dari lima belas tahun selalu digoncang dengan beraneka macam cobaan namun Sisi selalu sanggup bertahan dan berdiri dengan tegar. Bertahun-tahun Sisi menjadi tulang punggung dalam rumah tangganya, karena Indra suaminya menganggur. Berkali-kali suaminya mengkhianati pernikahan mereka, berkali-kali pula ia memaafkan kesalahan suaminya. Roda waktu terus berputar. Indra mendapat kerja dan karirnya terus menanjak. Kesuksesan karirnya membuat Indra semakin lupa diri. Perselingkuhan demi perselingkuhan bukan lagi suatu dosa di matanya. Tak ada lagi penyesalan. Sisi pun luruh dalam sakit hati yang tak berperi.

Dua tahun lalu perceraian ini hampir terjadi, namun demi anak-anaknya Sisi bertahan. Kini tak ada lagi yang ingin dia pertahankan. Hatinya sudah terlalu terluka.

“ Ari tahu kalo bapak dan ibunya akan berpisah?” tanya Florian

“ Aku belum bilang tapi aku sudah sedikit memberi gambaran pada Ari kalo mungkin aku dan bapaknya akan berpisah. Aku yakin dia sudah cukup besar untuk mengerti situasi yang terjadi. Toh selama ini juga dia sudah sering menanyakan perubahan sikap bapaknya.” Melangkah Sisi menuju kamar anak-anaknya memastikan mereka sudah tidur dan tidak mendengar percakapan mereka.

“ Bantu aku Flo! Tolong ingatkan aku selalu. Aku takut jadi salah jalan. Apa yang harus kulakukan Flo? Kadang-kadang ingin rasanya membalas perlakuan dia padaku.”

Florian tetap diam terpaku. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak pernah mengerti bagaimana cinta bisa dengan mudahnya pergi, kenapa dua orang yang sudah terikat janji di hadapan Allah bisa saling menyakiti, dan kenapa harus ada penyatuan jika akan ada perpisahan. Janji demi janji,kata cinta dan sayang diantara mereka hanya seperti lelucon anak-anak yang akhirnya akan dilupakan ketika mereka teridur.

“ Istikhoroh teh! Sholat dan ngajinya digiatin! Cuma ini yang saya tahu teh. Saya engga punya saran dan solusi lain, karena saya pun tidak begitu paham dengan masalah rumah tangga begini.” Ujar Florian, “ Jika teteh membalas kang Indra, berarti teteh sama bejadnya dengan kang Indra. Dia belok kiri teteh belok kanan. Kalian sama-sama mengambil jalan yang bengkok. Jangan pernah membalas suatu dosa dengan dosa teh!”

“ Saya tahu itu dosa Flo, tapi kadang rasa sakit membuat hati saya menjadi gelap. Saya tidak percaya cinta itu ada. Semua itu cuma omong kosong.”

“ Saya percaya cinta itu ada teh.” Ujar Florian, “hanya saja kita yang belum beruntung menemukan cinta sejati, cinta yang bermuara pada cinta Allah. Kalian berdua bisa bersama lebih dari lima belas tahun juga karena cinta kan?, mungkin yang terjadi saat ini hanya ujian.”

Florian sendiri tidak begitu yakin atas apa yang ia ucapkan. Ia juga meragukan keberadaan cinta. Tujuh tahun lalu dia pernah dimabukkan oleh yang namaya cinta, namun akhirnya dihempaskan hingga remuk redam karena cinta itu sendiri. Namun dia berusaha meyakinkan Sisi untuk terus percaya jika cinta itu memang ada. Dia tidak ingin wanita cantik itu menjadi semakin rapuh.

Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing. Berusaha meyakinkan diri kalau badai ini pasti akan berakhir. Mereka adalah para dewi yang tengah dihempas angin kencang hingga sayap-sayap mereka menjadi luruh.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30, Florian tidak ingin pergi meninggalkan Sisi, namun dia ingin segera sampai di buaiannya. Perceraian, patah hati, perselingkuhan selalu membuat perutnya mual. Dia hanya ingin tidur walau sudah lama dia tidak merasakan benar-benar tidur.

“ Teh aku pulang ya. Jangan bengong dan mikir yang aneh-aneh! Kalo mau berbuat yang engga-engga inget aja sama si Ari dan Riza. Ari sudah mulai remaja, jangan sampai kelakuan buruk bapak dan ibunya membawa pengaruh buruk pada dia nantinya.”

“ Iya Flo. Thanks ya dah mau ngedengerin. Nginep aja di sini Flo! Indra juga sudah jarang pulang. Sudah malam banget, terlalu bahaya perempuan kelayaban malam-malam. Rumah kamu juga kan jauh banget dari sini.”

Sebenarnya Florian sudah sangat lelah tapi dia sedang ingin sendiri.

“ Engga ah teh, besok aku kan kerja, males aja ribet pagi-pagi. Lagi banyak yang pesen gaun pengantin nih. Oh ya! Daripada bengong engga jelas, baca buku ini aja!” ujar Florian sembari memberi buku kesayangannya LaTahzan, “ Naga Bonar aja baca buku ini loh hehehe.”

“ Ada yang menikah.. ada yang bercerai ya Flo”

“ Ya begitulah hidup teh, itu yang membuat hidup jadi berwarna bukan? Jangan membuat keputusan itu sebelum istikhoroh ya teh. SEMANGAT!”

“ Sip. Kamu sendiri kapan? Lagian kerja melulu sih.. butik kamu kan sudah maju, ngapain juga sih masih ngajar jauh-jauh begini? Apa coba yang kamu cari?”

“ Anak-anak memberi saya energi teh, mereka membuat saya bisa melihat dunia dari sudut lain. Udah ah teh.. ngobrol melulu ga jalan-jalan deh. Assalamualaikum!” segera distarter scorpionya kencang

“ Walaikumsalam. Jangan ngebut ya Flo!”

***

Tin... Tin...

Terkejut dengan suara klakson dan cahaya terang benderang yang menyilaukan matanya, Florian segera membanting Scorpionya ke tepi jalan.

Prank… Kaca spion motornya pecah.

“ Woi! Kalo naik motor jangan meleng! Matanya dipake!” Hardik supir container sembari terus berlalu meninggalkan Florian yang terjatuh.

“ Dasar supir gila!” teriak Florian, “ dia yang ugal-ugalan eh dia juga yang ngomel.”

Florian segera bangun dan menenangkan dirinya. Siku kirinya berasa perih, jaketnya sobek terseret aspal.

“ Wadoh… lecet-lecet deh si Scorpi.” Umpatnya melihat motor kesayangannya, “ udah malam begini kok masih ada aja sih container yang lewat?”

Florian tak bisa lagi konsentrasi, suasana hatinya malam ini sangat buruk. Dia tidak ingin pulang ke rumah. Melihat keadaan motor dan jaketnya yang sobek bisa membuat orang tuanya panik. Nasihat panjang lebar akan keluar dari mereka, dan seperti yang sudah-sudah, dia akan disuruh mengganti motornya yang menurut mereka tidak pantas dikendari wanita seperti dirinya.

Florian tidak ingin mendengar itu semua malam ini. Dia hanya ingin sendiri saja saat ini menikmati malam yang semakin sunyi.

Florian menghentikan laju kendaraannya di atas sebuah fly over. Akibat kecelakaan tadi, matanya yang semula mengantuk kini jadi segar kembali. Ditatapnya jalan di bawahnya, hampir tak ada kendaraan yang melaju. Kesepian memeluknya erat hingga membuat dia sulit bernapas.

Kesunyian membawa memori delapan tahun lalu kepadanya. Saat itu dia baru saja memulai hobinya mendaki. Dia begitu antusias menjelajahi gelapnya hutan, menikmati indahnya taburan bintang, dan sun rise dari puncak gunung. Hobi yang membuat orang tuanya berang karena di saat gadis seusianya mulai menata hidupnya dalam kehidupan rumah tangga, dia justru menghabiskan waktunya untuk sesuatu yang menurut mereka sia-sia. Hobi yang umumnya digemari kaum adam ini membentuknya semakin keras dan menjadikan dia terlalu gagah untuk wanita.

Di bulan Oktober waktu itu, Florian dan beberapa temannya melakukan pendakian ke Sindoro Sumbing, gunung kembar di wilayah Wonosobo. Walaupun ini bukan pendakian pertamanya, tetapi dibandingkan teman-temanya yang sudah terbiasa naik turun gunung, Florian masih terlalu amatir dan mengalami kesulitan selama perjalanan. Rasa letih, sakit mendera Florian. Berkali-kali ia jatuh bangun, namun dia tidak menyerah. Dia sangat menikmati petualangan dan hobi barunya ini. Karena begitu semangatnya, Florian tersandung akar pohon dan kakinya terkilir. Tak ada satupun temannya yang menolong, karena mereka sudah jauh di depan. Dengan menahan rasa nyeri, Florian terus berusaha berjalan. Akhirnya di ladang Eidelweis, kakinya sudah tidak kuat lagi diajak jalan. Di sanalah dia bertemu Satrio dan teman-temannya. Kedekatan mereka diawali dengan pertengkaran karena kekeraskepalaan Florian yang tidak mau dibantu, walaupun dia benar-benar tidak bisa berjalan lagi. Dengan kesalnya, walau Florian berontak, Satrio menggendongnya menyusul teman-teman Florian, sedangkan carriernya dibawa teman-teman Satrio.

Waktu demi waktu, hubungan mereka semakin dekat. Hingga pada suatu malam, di bawah indahnya bintang Surya Kencana dan ditatap ratusan pohon Eidelweis, Satrio melamarnya. Malam terindah yang pernah dirasakannya.

Mesin Penenun Hujan dari Frau mendayu lembut di telinganya, membangunkannya dari lamunanan.

“ Assalamualaikum Mba.” Suara tegas dari seberang telephon menyapanya.

“ Walaikumsalam. Apaan Fath?”

“ Ada di mana? Ibu tadi telephon aku minta menelephon mba, udah malam kok belum pulang, ditelephon juga ngga diangkat-angkat?” Khawatir Fathir.

“ Oh iya… ngga denger Fath! Bilangin ibu aja kalau aku nginep di tempat mba Jingga. Mau menyelesaikan design. Aku dapat proyek besar nih, ada keluarga kaya yang mau bikin pesta pernikahan, dan dia mau aku yang menyiapkan untuk pakaian keluarga besar mereka.”

“ Ya udah hati-hati aja! Kalau ada masalah cerita saja sama aku mba. Jangan lupa besok harus datang ke rumah aku, syukuran 40 hari Nazwa. Kalau sampai ngga datang aku marah!” ancam Fathir. Kalau memang mau ke mba Jingga cepetan, jangan masih kelayaban di jalan. Assalamualaikum.”

“ Iya… Walaikumsalam.” Terkejut Florian karena adiknya tahu jika dia masih di jalan.

Besok Fathir akan membuat syukuran 40 hari lahirnya Nazwa, anak keduanya. Jika bukan karena adiknya tersayang, Florian pasti enggan datang. Dia malas dan jengah mendengarkan ibu-ibu bertanya kepadanya kapan dia segera menyusul adiknya, yang sudah punya dua anak. Sihab anak pertamanya bahkan sudah masuk TK.

Keberadaan ayahnya dan Fathir, saudara satu-satunya yang membuat Florian optimis jika masih ada pria baik di dunia ini. Walau dia tidak tahu kapan dia bisa menemukan salah satu diantara mereka.

Alarm di jam tangannya berbunyi, menunjukkan waktu tepat pukul dua belas malam. Hari sudah berganti lagi, meninggalkan satu hari di belakangnya. Florian pun segera menghubungi Jingga, gadis cantik asal Padang, asisten dan orang kepercayaannya di butik, penderita insomnia kronis.

“ Assalamualaikum Uni. Sorry ganggu. Aku nginep di sana ya malam ini? Males pulang nih!”

“ Engga kok de, kamu kan tahu mana bisa aku tidur sebelum jam tiga. Jam segini mah masih seger banget neh mata. Ke sini aja!”

“ Ok deh. Aku ke sana sekarang!”

Jingga berusia tiga tahun lebih tua dari Florian, tetapi dia sudah memutuskan tidak akan menikah. Wanita cantik itu memandang pernikahan hanya sebuah sandiwara kehidupan. Dia dibesarkan di dalam keluarga broken home. Bapak dan ibunya bercerai karena perselingkuhan, dan dia pun dikecewakan berkali-kali oleh pria, membuatnya begitu trauma dengan yang namanya percintaan. Salah satu contoh buruk cinta untuk Florian. Namun demikian Jingga sangat terampil merancang gaun pengantin yang sangat indah. Terlalu indah untuk orang yang tidak menginginkan sebuah pernikahan untuk dirinya.

***

Suara mesin jahit membangunkan florian dari mimpinya, mimpi yang menghantuinya selama bertahun-tahun, mimpi-mimpi tentang Satrio.

“ Astaghfirullah… ketiduran!” dilihatnya jam tangannya yang masih menempel, “ Jam dua belum sholat Isya.”

Dengan terhuyung-huyung, Florian menuju kamar mandi membersihkan badannya dan menuaikan wudhu. Dilihatnya Jingga sedang menjahit jaketnya yang sobek di ruang kerjanya.

Florian mengadukan semua kesedihan dan keresahan jiwanya pada sang Pencipta. Dia memasrahkan dirinya untuk bermunajat kepada Allah. Memohon obat untuk luka di hatinya, luka di hati para wanita di bumi, serta memohonkan hidayah untuk para pembuat luka, terutama kekasih hatinya.

“ Wahai Pemilik jiwa, terangi hati-hati kami yang gelap, keringkan luka-luka kami yang tengah berdarah, beri petunjuk pada kami yang tersesat. Ya Allah… limpahkan hidayahMu kepada kami, kepada dia yang selalu hadir di mimpiku, yang telah menggoreskan pelangi di hidupku, yang telah meninggalkan lubang menganga. Sayangi dan lindungi dia selalu ya Allah. Jangan pernah lepaskan dia dari pengawasanMu… tolong…” disebutnya nama Satrio berulang-ulang. Bulir-bulir pun berjatuhan dari matanya yang cekung.

Florian tertidur letih di atas sajadah yang basah dengan air matanya. Dia tersadar ketika merasakan tangan halus mengusap kepalanya lembut.

“ Uni…" dipeluknya Jingga yang sudah seperti kakak baginya.

“ Ada apa de? Sudah lama kita kenal satu sama lain, semua rahasia hidupku kau tahu, tapi tak pernah sedikitpun kau ceritakan masalahmu. Aku mungkin tidak bisa membantu masalahmu, tapi aku bisa jadi pendengar yang baik, yang bisa sedikit meringankan beban yang kau pikul.”

Walau Florian sangat menyayangi dan percaya pada Jingga, tetapi dia tidak pernah berani menceritakan masalah hatinya, cintanya dan semua hal yang mengenai Satrio kepada wanita itu. Pemikiran Jingga mengenai cinta membuatnya khawatir saran-saran yang didengar dari wanita itu membuat dirinya semakin gamang.

“ Suatu saat aku pasti akan cerita semua Ni.”

“ Ya sudah. Pindah tidurnya, istirahat yang benar! Besok kita akan banyak kerjaan loh de.”

“ Uni juga. Sudah jam segini masih ngejahit saja. Awas kalo besok telat loh!”

“ Ye… ngancam! Mau mecat?” cemberut Jingga

“ Idiih ngambek!”dicubit pinggang Jingga

“ Dasar boss edan! Tuh jaketnya udah ditambal dengan gambar mawar putih.”

“ Ih geli banget… emangnya engga bisa dijahit doank?”

“ Ya… biar yang pakai tahu kalu dia perempuan. Udah ah… aku tidur, nanti kalau terlambat ada yang ngomel-ngomel lagi.”

“ Lusa aku pergi ke Malang selama seminggu ya Ni. Tolong handle semua ya!”

“ Ada apaan ke sana? Naik lagi?”

“ Yups!”

“ Kenapa harus di tanggal 15 lagi? Ada apa sih sebenarnya? Semeru? Apa tidak bosan?

“ Nanti suatu saat saya akan cerita Ni. Saya hanya ingin melihat keajaiban doa.”

“ Engga ngerti. Hati-hati ajalah pokoknya!”

“ Terimakasih ya Uni!”

***

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum...
    wadoww....beruraian air mata setelah baca ini.....bikin perasaan & emosi campur aduk...
    pelajaran berharga: ikhlas...hohoho..
    btw kepakan sayap2 flo the series & catatan akhir dara terlahir dari ide yg mirip ya...
    pokoke like this very much dah!!! ditunggu karya berikutnya!!!

    by:
    siska_anggra

    BalasHapus
  3. waaw... seneng dengernya da yang suka.. iya nih,, idenya masih seoutaran itu... mudah2an bisa nemu ide yang lebih baik lagi dan lebih bermakna... thx yaaa...

    BalasHapus