Dermaga
Canti, Lampung selatan. Pertengahan Juli
Menyambut pagi. Tiga puluh tujuh perempuan tiba untuk mengikuti
rangkaian acara Wanita Peduli Leukemia, sebuah acara pendakian yang bertujuan
memberi dukungan dan semangat kepada penderita kanker khususnya Leukemia,
dengan senyum sumringah dan antusiasme tinggi.
Tujuan pertama kami yaitu Sebuku Kecil, pulau kosong yang
letaknya tidak jauh dari Pulau Sebesi. Hunting foto sejenak, menikmati indahnya
pasir putih, birunya laut dan berburu kulit kerang atau karang – karang cantik
yang bertaburan di pinggir pantai pulau cantik ini. Jeprat jepret tak puas –
puas wanita – wanita ini bergaya.
Berbagi
itu Indah
Selanjutnya
kami dibawa ke pulau Sebesi, pulau terbesar yang ada di gugusan kepulauan
lampung ini. Pulau yang cukup padat penghuninya. Tujuan utama kami adalah
Sekolah Swadipha, sekolah swasta pimpinan Ibu Esti Prasetyo, guna mengantarkan
sumbangan buku dan alat tulis yang telah kami himpun dari Jakarta. Melihat
kondisi sekolah yang cukup memprihatinkan, dengan sarana belajar seadanya,
listrik yang dijatah dan kekurangan guru membuat kami bersyukur karena kami
masih dengan mudahnya mengenyam pendidikan di kota kami Jakarta.
Disambut Gempa
Baru saja kami menginjakkan kaki kami ke atas pasir hangat Anak Gunung Krakatau , terasa bumi bergetar kencang.. aah rupanya begini caranya krakatau menyambut kami. Adrenalin pun merambahi kami secara perlahan. Gempa 4,3 SR, begitu kabar yang kami dengar dari kawan di BMKG.
Dengan segera
tenda berdiri dan makan siang pun siap. Berikutnya kami dipersiapkan untuk
kembali berlayar menuju kawasan Pulau Panjang guna menikmati keindahahan bawah
lautnya.
Jernihnya
air laut dan karang – karang yang indah menggoda kami untuk segera
menyelaminya. Rasa lelah perjalanan panjang dan ketegangan kami tadi serasa
hilang seketika. Hanya keriangan dan canda yang ada saat itu.
Setelah puas
bermandikan air laut, kami kembali ke Camp
Ground kami Anak Krakatau untuk bersiap – siap acara berikutnya, sharing tentang Leukemia.
Malam terus
merambat, namun cuaca semakin semarak dengan hiruk pikuk wanita-wanita tangguh
yang riuh dengan masakan dan ceritanya. Tangki perut kami sudah terisi, kami
pun siap dengan materi dan acara malam ini
Dua pemateri
sudah siap ditengah-tengah kami, Ibu Lydia Dumaiyanti dan Bapak Willy Kasakeyan
dari Himpunan masyarakat peduli Elgeka atau cukup disebut ELGEKA, yaitu
komunitas pasien Leukemia Granulositik kronik dan Gastro Intestinal Stroma
Tumor. Ibu Lydia adalah penderita Leukemia kronis sejak tahun 2007 dan aktiv
sebagai sekretaris dan bidang pelayanan pasien dan Pak Willy yang menderita Kanker
Usus adalah Ketua II Bidang pelayanan dan Hubungan kedaerahan.
Selain
menjelaskan tentang seluk beluk Kanker secara umum dan Leukemia Pak Willy dan
Bu Lidya pun menceritakan perjuangan mereka dalam menghadapi Kanker tersebut.
Lydia Dumaiyanti divonis menderita kanker darah kronis
pada 2007 silam. Saat itu dokter mengatakan, kesempatan hidupnya
hanya 40 bulan lagi. Jika mengikuti prediksi dokter, Februari lalu maut
menjemputnya. Namun Alhamdulillah, perempuan itu hingga kini masih
sehat. “Saya bilang saya kuat tetapi saya mau didampingi oleh orang
yang lebih kuat dari saya,” begitu pesannya pada keluarganya disaat dirinya
melewati masa – masa krititsnya. Menurutnya dukungan dari keluarga dan
pengobatan yang tepat berperan besar bagi dirinya dan para pasien lainnya
bertahan dan melewati masa – masa sulitnya. Bahkan Bu Lydia sudah mempersiapkan
kondisinya kepada keluarganya apabila saat-saat kritis nanti timbul.
Tidak ada kata sembuh bagi penderita kanker leukemia kronis.
Seumur hidup mereka harus minum obat.
“Banyak pasien yang bandel sudah bisa berdiri, jalan, lari, berhenti minum obatnya, kenapa? Kan aku sudah sembuh. Siapa bilang sembuh. Tidak ada yang sembuh. Tetapi kan kita yakin pasti sembuh. Iya yakin, kalau Cuma yakin tidak berobat, sama aja meminta kematian tetap datang.” terangnya.
“Banyak pasien yang bandel sudah bisa berdiri, jalan, lari, berhenti minum obatnya, kenapa? Kan aku sudah sembuh. Siapa bilang sembuh. Tidak ada yang sembuh. Tetapi kan kita yakin pasti sembuh. Iya yakin, kalau Cuma yakin tidak berobat, sama aja meminta kematian tetap datang.” terangnya.
Tak beda
jauh dari cerita Bu Lydia, Pak Willy pun menceritakan keadaan dirinya dalam
menjalani Kanker. Keluarganya yang berperan besar dalam memberikan dukungan dan
semangat hidup kepada mereka. Dokter pun mengira umur Pak Willy tak lama lagi.
Namun syukur beliau masih bisa aktiv dan terus semangat dan membawa semangat
kepada orang – orang yang ditanganinya.
“saya berdoa
kepada Tuhan, Tuhan izinkan saya menyaksikan pernikahan anak gadis saya, dan
doa itu terkabul. Lalu saya meminta, Tuhan izinkan saya bisa melihat kehadiran
cucu saya, dan syukur doa itu pun terkabul.” Ujarnya. “Hidup itu anugerah de,
dan kita harus bersyukur karenanya” ujarnya lagi
“ Tak ada
yang sia – sia Tuhan berikan kepada kita. Akan selalu ada hikmah yang
menyertainya.” Ujar keduanya. Bahkan karena saya penderita Leukemia, saya bisa
berada diantara kalian saat ini, melakukan banyak hal yang semuanya baru
sekarang saya rasakan. Naik kapal, snorkeling bahkan naik gunung esok. Semuanya
begitu menyenangkan. Saya bahagia bersama kalian” terang Bu Lydia lagi
Kami yang
awalnya mulai mengantuk kini berasa sangat terharu dengan penjelasan mereka.
Banyak pelajaran yang kami petik dari kisah Bu Lydia dan Pak Willy, bahwa hidup
itu sangat berharga dan harus kami perjuangkan. Para penderita itu saja begitu
mensyukuri hidup mereka, menghapa kami yang masih muda dan sehat walafiat
sering kali mengeluhkan hal – hal yang tidak begitu besar.
Begitu Sharing ini berakhir kami kembali segar
melihat tumpukan doorprize yang dibawa rekan – rekan panitia. Rasanya baterai
energy kami kembali terisi penuh J
Megahnya Anak Gunung Krakatau
Gempa yang
berkali-kali menyapa kami tak menyurutkan minat kami padanya. Pagi – pagi
sekali kami sudah siap dengan seragam dan slayer yang panitia berikan. Hanya
menyibak sedikit pepohonan kami sudah tiba di lautan pasir. Dan Anak Krakatau
terlihat megahnya dari kejauhan. Adrenalin dan keringat kami berpadu
menciptakan sensasi tersendiri untuk kami pagi ini.
Satu persatu
peserta tiba di patok 9, titik teakhir yang diizinkan. Bu Lydia dan Pak Willy
jadi bagian diantaranya. Luar biasa kesan kami kepada mereka.
Tak
puas-puasnya kami bergaya disana. Kemegan Anak Krakatau dan pulau-pulau hasil
pecehan Krakatau purba berapa abad lalu menajdi latar belakang. Indahnya
Indonesiaku.
Setelah
berapa jam kami disana, akhirnya kami kembali turun ke Camping Ground untuk makan pagi dan bersiap – siap kembali
berlayar, snorkeling di Umang – Umang
dan kembali ke dermaga Canti untuk terus melanjutkan perjalanan kembali ke
Jakarta.
baru liat posting ini.. banyak ceritanya :D
BalasHapusSeru banget yaa..
BalasHapus