Senin, 30 Agustus 2010

Huda, Bidadari Cinta Kami



Judul: Huda, Bidadari Cinta Kami
Penulis: Siti Darojah Sri Wahyuni
Penerbit: Hikmah
Tanggal terbit : Mei 2009

-----

Huda Rosdiana Biarawati, nama yang diberikan H. Ahmad Dzinnun dan Hj. Maswani ini kepada putri bungsunya, putri kesembilan dari sembilan bersaudara. Dengan harapan gadis ini bisa mengabdikan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Ketika proses kelahirannya, Huda membuat panik keluarganya, karena sempat tidak bernapas dan harus tinggal di inkubator beberapa hari.

Pada saat usianya 11 tahun, Huda mengalami kebocoran ginjal. Hampir seluruh tubuhnya dipenuhi bercak-bercak merah, akibat gumpalan darah di bawah permukaan kulit. Namun gadis kecil ini selalu ceria dan selalu bersemanagat menjalani hidupnya. Berkat pengobatan intensif, kondisi Huda stabil dan dapat menikmati masa-masa sekolahnya hingga SMA dengan menyenangkan. Gadis ini tumbuh menjadi gadis manis, sholehah dan selalu ceria.

Sepulangnya dari kuliah di D3 fakultas sastra UI, Huda jatuh pingsan. Dan diketahuilah ternyata kebocoran ginjal ketika berusia 11 tahun terus menginfeksi dan menggerogoti ginjalnya. Ginjal kirinya mati, dan ginjal kanannya telah berkurang fungsinya. Satu-satunya jalan yang dapat memperpanjang hidupnya hanya dengan cuci darah. Informasi yang tidak lengkap dari dokter yang menangani Huda, membuat keluarga ini begitu berduka.

Kegiatan cuci darah sangat menyiksa Huda. Diawali jarum sebesar paku ditusukkan di bagian tubuhnya. Berjam-jam tubuhnya tak bergerak di sekitar selewiran selang pembersih darah. 'Kegiatan' ini bisa dihentikan dengan dua pilihan, yaitu cuci darah sendiri dengan memasang alat di perut, atau transplantasi.Karena tak tahan melihat anak dan adik tersayang mereka sebegitu menderitanya, mereka pun memilih pilihan kedua, transplantasi ginjal. Kakaknya Siti Darojah(yang menuliskan kisah ini), ibunya berlomba-lomba menawarkan ginjal mereka. Namun ternyata mereka keduluan Afaf, kakak langsung Huda yang saat itu masih menjadi mahasiswa kedokteran FK UI. Aksesnya dibidang kedokteran dan rumah sakit mempermudah langkahnya. Begitulah pengorbanan kakak demi kelangsungan hidup adiknya

Keluarga besar ini memang kompak luar biasa, saling bahu membahu dan member semangat kepada Huda, bidadari mereka. Walau di belakangnya airmata tak mungkin bisa mereka bendung lagi.
Transplantasi ginjal dilakukan di RS Cikini, Jakarta Pusat.
"Terima kasih ya, Pok Afaf, udah nolong Huda," ujar Huda sebelum operasi. Keduanya tersenyum dan bergandengan tangan. Mereka menghilang ke balik pintu ruang bedah meninggalkan ibu yang nyaris pingsan tak sanggup melihat kedua anaknya.
Ginjal Afaf membuat Huda kembali beraktivitas. Kembali ke bangku kuliah, ikut kursus bahasa inggris
untuk mempertajam kemampuan bahas inggrisnya yang sudah sangat bagus, -demi cita-citanya kuliah ke luar negeri- hingga Jalan-jalan ke luar kota.

Huda yang pemalu dan introvert, menjadi sangat ceria dan terbuka. Entah karena faktor pembawaan Afaf yang ceria menularinya lewat ginjalnya atau ada faktor lainnya
Sayangnya kebahagiaan itu tidak berjalan lama. Penyakit itu datang lagi. Huda harus menjalani cuci darah. Di tengah kondisi tak stabil, Huda menyempatkan diri menjalankan umrah bersama ibu dan kakaknya (penulis). Macam-macam pengobatan pun dijalankan, tidak hanya pengobatan medis umum, tetapi pengobtan holistic pun dijalankan.

Huda wafat dengan tenang Senin, 15 Januari 2007 pukul 07.00 WIB. Kepergian di saat persiapan menuju ke rumah sakit. Sebelum Huda wafat, dia sempat membersihakn diri sehingga tubuhnya jenazahnya bersih dan wangi. Dan ada keajaiban yang luar biasa, saat pemakaman di depan rumah, guru sekolahnya melihat sekelebat cahaya dari wajah Huda. Cahayanya naik ke atas. Beberapa orang pun menyaksikan peristiwa serupa. Subahanallah..

Malam selepas pemakaman, Afaf bermimpi Huda datang dengan kain putih, wajahnya sumringah, tersenyum lebar. "Pok Afaf, Huda senang di sini. Tempatnya enak. Huda sudah nggak sakit lagi. Di sini banyak makanan, dan Huda boleh makan apa saja." Itulah impian Huda saat masih hidup. Maha besar Allah.

***
Membaca buku ini seperti berasa keluar dari jendela kamar, ternyata bidadari ini tinggal tidak begitu jauh dari rumahku, bahkan dia satu SMA denganku SMA 13, hanya saja dia dia berada berapa tahun di atasku. Mungkin saja aku pernah bertemu muka dengannya..

Kisah di buku ini begitu menggugah emosi, dan bisa menguras air mata pembacanya. Begitu banyak hikmah yang bisa dipetik: ketabahan (seorang gadis yang hampir tidak pernah mengeluh, walau didera rasa sakit hampir sepanjang hidupnya), kebersamaan dan kasih sayang keluarga merupakan spirit yang luar biasa, ketegaran, pengorbanan, dan pertolongan Allah yang tak pernah henti.

Dalam buku ini juga diulas tentang keluarga besar Huda, keluarga betawi asli yang sukses secara pendidikan maupun agama, ada yang menjadi dokter, jurnalis, pengusaha, dll.. luarrr biasa
Dalam buku ini juga dilampirkan catatan harian Huda, yang menceritakan dengan jelas mengenai Huda dan hari-hari yang telah dilewatinya,, peristiwa-peristiwa mengerikan, ketika dia diculik orang-orang yang menamakan NII (sempat masuk ke halusinasi saat Huda tak sadarkan diri), rasa sakityang dideritanya, ketakutan-ketakutannya yang semua itu dipendam sendiri), dan pikiran-pikirannya tentang kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar